Kedutaan Besar Australia
Indonesia

Radio Script - Turnamen League of Change

Transkrip program Radio Kookaburra:
Turnamen League of Change

Pengantar: Mubarok, Kedutaan Besar Australia
Pembicara: Aditia Taslim dan Ginan Kusmayadi, Direktur Rumah Cemara

Daftar cerita

MUBAROK: Bila ada kemauan pasti ada jalan. Peribahasa ini cocok untuk Rumah Cemara yang berhasil menyelenggarakan turnamen nasional perdana sepakbola jalanan di Bandung, menyusul sukses mereka dalam Homeless World Cup di Paris tahun lalu.

[Kookaburra tune]

Rumah Cemara, sebuah organisasi di Bandung yang berupaya untuk meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi stigma terhadap mereka yang hidup dengan HIV/AIDS, berhasil menyelenggarakan turnamen nasional perdana sepakbola jalanan.

Turnamen League of Change diikuti tim dari delapan provinsi di Pulau Jawa dan Bali. Kedutaan Besar Australia mendukung Rumah Cemara melalui hibah Allan Taylor Sports Grant senilai A$10.000 untuk penyelenggaraan turnamen itu.

Menurut salah satu direktur Rumah Cemara, Aditia Taslim, penyelenggaraan turnamen nasional seperti ini merupakan impian mereka sejak lama.

ADITIA TASLIM: Awalnya, justru sebelum berangkat ke Homeless World Cup, ketika perwakilan dari Embassy Australia, mengundang kami untuk berangkat ke Australia menjadi international observer programnya The Big Issue di Australia yang juga waktu itu mengadakan Street Football Festival mereka, acara tahunan.

Jadi ketika saya di Australia saya dapat melihat langsung gambaran dari mimpi-mimpi di Rumah Cemara yang selama ini kami idam-idamkan. Dari pengalaman saya di Australia saya bisa kembali dengan membawa ide-ide dan juga harapan bahwa hal ini juga bisa kita lakukan di sini.

Akhirnya melalui kesempatan dari Embassy Australia, Allan Taylor Sports Grant, impian kami dapat terealisasi.

Kami sangat percaya dengan yang namanya law of attraction. Ketika kita bisa memvisualisasikan sesuatu yang kita impi-impikan dan ketika gambaran itu menjadi semakin jelas, hal itu akan terjadi dan dengan saya berangkat ke Australia, saya melihat langsung gambaran mimpi kita.

MUBAROK: Secara singkat street football atau sepak bola jalanan itu bagaimana prakteknya?

ADITIA TASLIM: Teknisnya ya di lapangan. Luas lapangannya lebih kecil dari lapangan futsal, kurang lebh 22 meter kali 15 meter. Mainnya dua kali tujuh menit. Istirahat satu menit. Setiap tim ada empat orang, satu goal keeper dan tiga orang yang bermain.

MUBAROK: Yang terlibat dalam pertandingan League of Change kemarin, apakah khusus kelompok Rumah Cemara, jaring Rumah Cemara, atau juga masyarakat lainnya yang umum?

ADITIA TASLIM: Jadi kemarin, di League of Change itu, Rumah Cemara sama sekali tidak terlibat dalam pertandingannya. Kami hanya panitia yang menginisiasi diadakannya turnamen pertama street football untuk komunitas-komunitas yang termarjinalkan.

Dari setiap organisasi yang kami undang, kami meminta mereka untuk tidak membawa nama organisasi melainkan membawa nama provinsinya.

Ini membantu organisasi mereka untuk melakukan banyak advokasi untuk mendapatkan dukungan dari pemerintah, terutama. Contohnya Surabaya kemarin. Kami mengundang Surabaya dan mereka approach ke Gubernur Jawa Timur dan hasilnya sangat maksimal.

Pemerintah provinsi Jawa Timur mendukung penuh tim Jawa Timur untuk datang ke League of Change dengan memberikan bantuan dana. Kalau tidak salah, mereka itu didanai oleh pemerintahan provinsinya full dari atas kepala sampai kaki.

Jadi awalnya kami tidak memberikan uang banyak untuk mereka. Kami hanya memberikan uang untuk memulai, “Nih kita kasih modal segini, kalian mulai sendiri, kita tunggu di Bandung.”

MUBAROK: Aditia mengatakan, dari turnamen League of Change itu, kini sudah terpilih tujuh belas pemain terbaik yang akan ikut serta dalam Homeless World Cup di Mexico tahun ini.

Dalam Homeless World Cup di Paris tahun lalu, selain mendapat penghargaan sebagai tim pendatang baru terbaik, Indonesia juga memperoleh penghargaan untuk pemain terbaik yang dimenangkan Ginan Kusmayadi, direktur lainnya dari Rumah Cemara.

Saya bertanya kepada Ginan apa kesannya memperoleh penghargaan sebagai pemain terbaik di Homeless World Cup.

GINAN KUSMAYADI: Ini di luar mimpi dalam hidup saya, even [bahkan] di luar cita-cita saya. Jadi kalau mungkin atlet profesional sering mewakili negaranya tapi orang seperti yang hanya mencintai sepakbola sebagai salah satu pelajaran atau memaknai hidup saya tidak melakukannya untuk profesional tapi bisa mewakili di sebuah turnamen internasional.

Wah semuanya bercampur. Saya kadang-kadang sulit menjelaskannya dengan kata-kata yang merepresentasikan perasaan. Tetapi ya, indah sekali. Kalau indah cukup mewakili, mungkin indah sekali.

MUBAROK: Apakah sepakbola merupakan hobby sejak kecil?

GINAN KUSMAYADI: Sejak SD saya bermain sepakbola. Ikut SSB [Sekolah Sepak Bola]. Namun karena SMP sudah mulai mengenal narkoba, jadi [saya] berhenti. Ketika saya sudah memulai membangun Rumah Cemara, saya terpanggil kembali, karena mau tidak mau itu salah satu yang saya cintai dalam hidup.

MUBAROK: Sedikit mengenai narkoba. Apa nasihat yang ingin anda sampaikan?

GINAN KUSMAYADI: Saya pesannya satu. Saya tidak akan berbicara dalam perspektif moral, baik, buruk atau seperti apa. Tapi yang saya nasihatkan, bagi teman-teman atau siapapun warga negara Indonesia, bahwa mengetahui informasi yang benar dan baik tentang narkoba dan adiksi [ketagihan] itu akan menimbulkan wisdom atau kebijaksanaan untuk menentukan pilihan.

MUBAROK: Terima kasih banyak Ginan.

April 2012
RS120414