Kedutaan Besar Australia
Indonesia

Radio Script - Kelompok Pertama Pertukaran Muslim 2012

Transkrip program Radio Kookaburra:
Kelompok Pertama Pertukaran Muslim 2012

Pengantar: Mubarok, Kedutaan Besar Australia
Pembicara: Muslich, Kepala Asrama SMAN 10, Malang; Irma Wahyuni, Dosen Universitas Syarif Hidayatullah, Jakarta; Muhammad Latif Fauzi, Dosen Institut Agama Islam Negeri, Surakarta; Husni Mubarrak, Dosen Institut Agama Islam Negeri Ar Raniry, Banda Aceh

Daftar cerita

MUBAROK: Kelompok pertama perwakilan Muslim dan Muslimah dari Jakarta, Malang, Surakarta dan Banda Aceh tahun ini berangkat ke Australia untuk mengikuti Program Pertukaran Muslim Australia-Indonesia selama dua minggu.

[Kookaburra tune]

Pak Muslich adalah Kepala Asrama SMA Negeri 10 Malang. Bersama empat warga Indonesia lainnya, ia memperoleh kesempatan tahun ini untuk berkunjung ke Australia guna berbagi pengalaman dan belajar tentang Islam di Australia dan kehidupan masyarakat multikultural Australia secara umum.

MUSLICH: Ide awalnya adalah bahwa saya ingin belajar bagaimana pendidikan yang multikultural itu ada di Australia.

Itu begitu penting mengingat semakin maraknya kita lihat pendidikan yang berkekerasan dari sisi proses pengajarannya ataupun dari sisi kurikulumnya ataupun bahan ajarnya. Dan itu tidak baik bagi masa depan anak-anak muda Indonesia.

Sebagai kepala asrama tentu saya berkepentingan menjaga proses pembelajaran dan hidup sehari-hari di luar sekolah yang tentu baik. Karena mereka berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda, ekonomi, pendidikan bahkan agama juga berbeda, maka bagaimana bisa hidup berdampingan dengan baik dan damai.

Dan itu yang saya ingin lihat dan belajar dari Australia yang menurut pemahaman saya memang agak berbeda sistemnya dengan di Indonesia.

MUBAROK: Pak Muslich mengatakan, salah satu tugasnya sebagai kepala asrama di sekolahnya adalah membimbing dan mengawasi anak-anak asuhnya dalam menemukan nilai-nilai kehidupan yang baik.

Peserta lainnya Irma Wahyuni adalah Dosen Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta dan aktif di Pesantren Darunnajah Bogor. Bagaimana warga Australia hidup di tengah masyarakat multikultural adalah salah satu hal yang ingin ia pelajari di Australia.

IRMA WAHYUNI: Yang pertama, karena saya juga bergerak dalam bidang pendidikan. Karena yang saya tahu juga Australia mempunyai reputasi yang bagus dalam bidang pendidikan, teknologinya yang juga sudah sangat bagus.

Nanti di sana saya ingin ada kesempatan untuk berkunjung ke beberapa lembaga pendidikan dan universitas terutama yang Islam. Dan yang saya ketahui Australian people itu lebih toleran terhadap perbedaan karena kita tahu mereka adalah negara yang sangat multikultural.

Dan sejarah Islam itu sendiri pertama kali yang dibawa ke Australia itu dibawa oleh orang Indonesia yaitu oleh para pedagang dari Makassar yang kemudian mereka berinteraksi dengan para pedagang dari Cina, India, dan dari situlah pertama kali Islam dibentuk di Australia.

Otomatis Indonesia dan Australia punya hubungan yang sangat erat. Saya ingin tahu bagaimana mereka cara menyikapi perbedaan-perbedaan itu. Karena saya juga, Darunnajah itu Islamic Boarding School. Jadi murid-murid saya juga berasal dari latar belakang yang berbeda dari kehidupan sosial dan kulturnya yang berbeda-beda.

Saya ingin ada pesan yang positif yang bisa saya bawa dari Australia untuk saya sosialisasikan kepada anak-anak didik saya.

MUBAROK: Peserta dari Jawa Tengah, Muhammad Latif Fauzi, adalah Dosen Institut Agama Islam Negeri Surakarta.

MUHAMMAD LATIF FAUZI: Saya tertarik dengan judul program ini Muslim Exchange Program. Kesan yang saya tangkap adalah bahwa ini program memberikan kesempatan yang luar biasa yang luas bagi Muslim Indonesia untuk berbagi pengalaman dan belajar tentang bagaimana living Islam di Australia.

Karena tantangan Islam semakin berat menurut saya. Kalau kita sedang bicara Islam pada level global, mesti orang lalu imajinasinya lari ke soal terrorism, bahwa Islam itu agama kekerasan dan seterusnya.

Dengan tantangan seperti ini saya kira salah satu cara untuk membangun image [citra] yang baik bahwa Islam itu sesungguhnya adalah agama yang penuh dengan nilai kedamaian [adalah] dengan cara memperbanyak ruang dialog dan salah satunya dengan cara ikut serta dalam kegiatan exchange program ini.

MUBAROK: Peserta dari Banda Aceh, Husni Mubarrak, adalah dosen di Institut Agama Islam Negeri Ar Raniry.

HUSNI MUBARRAK: Well, saya kira Islam Indonesia tetaplah Islam yang sangat humanis, sangat moderat. Buktinya Islam juga masuk ke Indonesia dengan melalui jalur-jalur budaya, artinya lebih bisa diterima. Dan ini yang membedakan Islam yang tumbuh di Indonesia dengan Islam yang tumbuh di, katakanlah, di Timur Tengah.

Studi saya S1 dan S2 di Timur Tengah. Jadi saya melihat memang ada karakter yang berbeda di Indonesia dengan di Timur Tengah. Sayangnya kita kemudian banyak mencaplok yang dari Timur Tengah ini untuk diterapkan di Indonesia.

Jadi ini yang sebenarnya harus kita mencari kembali jati diri kita sebagai Islam Indonesia yang humanis dan rahmatallil‘alamiin [rahmat bagi seluruh alam] sebagaimana yang pernah diajarkan oleh pendahulu-pendahulu yang memasukkan Islam ke Indonesia.

Jadi bisa meleburkan antara Islam, nilai dan juga budaya dengan masyarakat setempat. Jadi lokalitas bercampur dengan Islam dengan baik.

MUBAROK: Peserta lain yang masuk dalam kelompok pertama peserta Program Pertukaran Muslim Australia-Indonesia tahun ini adalah Rizki Damayanti, Dosen Universitas Paramadina Jakarta.

Kelima peserta pertukaran ini mengadakan kunjungan ke Australia sejak 23 April hingga 6 Mei 2012.

Mei 2012
RS120515