Kedutaan Besar Australia
Indonesia

Radio Script - Koleksi Buku Sinematografer Australia di Sinematek Indonesia

Transkrip program Radio Kookaburra:
Koleksi Buku Sinematografer Australia di Sinematek Indonesia

Pengantar: Mubarok, Kedutaan Besar Australia
Pembicara: Sara Darling, Istri Mendiang John Darling; Berthy Ibrahim Lindia, Direktur Sinematek Indonesia

Daftar cerita

MUBAROK: Apakah yang membuat para sineas unggul? Menurut Direktur Sinematek Indonesia para sineas unggul itu rata-rata memiliki koleksi buku referensi yang sangat luas. Berthy Ibrahim Lindia mengambil contoh seorang sinematografer Australia, John Darling.

[Kookaburra tune]

Seorang perempuan warga Australia sengaja datang ke Jakarta untuk menyerahkan koleksi buku tentang cara-cara pembuatan film dan majalah film. Sara Darling adalah istri mendiang John Darling, seorang sutradara film, penulis, produser dan dosen yang pernah tinggal selama 17 tahun di Bali.

John sempat membuat sejumlah film dokumenter termasuk Lempad of Bali, Bali Triptych, Slowboat from Surabaya dan yang terakhir The Healing of Bali, sebuah dokumenter yang dibuat menyusul tragedi Bom Bali 2002.

John meninggal tahun lalu dalam usia 65 tahun dan Sara Darling datang ke Jakarta untuk menyerahkan buku koleksi John sebagaimana yang pernah diamanatkan oleh mendiang suaminya.

SARA DARLING: The books we donated to Sinematek are valuable group of books ....

TERJEMAHAN: Buku-buku yang kami sumbangkan ke Sinematek adalah kumpulan buku-buku berharga karena buku-buku ini terbit ketika Presiden Soeharto berkuasa. Buku-buku tersebut mungkin tidak sempat masuk ke Indonesia, John sangat jelas mengatakan itu, dan banyak di antaranya kini tidak dicetak lagi.

Buku-buku ini dengan baik menyajikan teori pembuatan film dan bagian-bagian praktik pembuatan film. Juga ada sejumlah majalah ENCORE yang berisi tulisan-tulisan yang sangat berguna bagi pelajar dan mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas penelitian.

Dan kami harus mengikatnya masing-masing hingga seberat lima kilogram dan ada 36 ikat, dan kami menggunakan timbangan badan untuk menimbangnya.

MUBAROK: Karena jumlahnya banyak, maka koleksi buku dan majalah itu dikirim terlebih dahulu ke Sinematek sebelum Sara datang ke Jakarta.

Sara Darling merasa gembira telah berhasil menunaikan amanat suaminya meskipun harus mandi keringat menahan panasnya suhu udara Jakarta. Ia pun sempat berlinang air mata ketika bercerita tentang suaminya.

SARA DARLING: I chose Sinematek because when we came here in 2004, Jakarta ...

TERJEMAHAN: Saya memilih Sinematek karena ketika kami datang ke Jakarta pada 2004, Jakarta International Film Festival, mereka memutar film-film karya John.

Ketika kami mempertunjukkan film-film tersebut, Kedutaan Besar Australia di Jakarta memperkenalkan kami dengan Sinematek dan kami bertemu dengan para mahasiswa.

Ketika kami pindah rumah di Australia, John melihat koleksi buku-bukunya dan mengatakan, ”Saya tidak perlu lagi dengan buku-buku tentang cara membuat film. Saya sudah bisa membuat film. Jadi bagaimana kalau saya sumbangkan buku-buku ini ke Sinematek?”

Kemudian kami menghubungi Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia di Canberra yang meminta kami untuk mengepak buku-buku itu dan kami melakukannya, dan buku-buku itu kini ada di rak-rak perpustakaan Sinematek.

MUBAROK: Sara bertemu dengan Direktur Sinematek Indonesia di kantornya di Pusat Perfilman H Usmar Ismail Jakarta. Berthy Ibrahim Lindia senang menerima kedatangan Sara dan segera menunjukkan beberapa buku yang ia simpan di mejanya dan juga buku-buku lainnya di perpustakaan yang ada di lantai 5 PPHUI.

BERTHY IBRAHIM LINDIA: Umur kita bedanya sebenarnya nggak jauh, saya sama John itu, sekitar enam, tujuh tahun kalau nggak salah. Jadi saya pernah ketemu ada orang Australia tiba-tiba bisa ngomong Bali. Saya pikir lho, Australia ini kok?

Saya lupa, kita ada di beberapa pertemuan. Tapi yang pasti, saya baru ingat, ada di JiFFest, JiFFest 2004 kalau nggak salah. Saya ketemunya di situ. Dan saya ingat, “Oh anda yang pernah di Bali?”

“Oh ya, saya bikin beberapa film di Bali,” gitu [katanya]. Dan ternyata dia nggak main-main, dia begitu lama ada di Indonesia. Makanya saya sangat kepingin melihat filmnya John tentang Lempad. Ada beberapa filmnya saya ingin lihat itu.

Buat saya dia seorang akademisi. Buat saya dia memang guru lah. Dan mungkin boleh dijadiin figur contoh. Ini lho seorang kreator yang guru itu kayak begitu. Nggak tanggung-tanggung, all out.

Saya sangat berterima kasih bahwa ternyata memang inilah bedanya, antara kreator atau sineas Indonesia dengan sineas bule. Sineas-sineas bule itu tetap, mereka punya banyak buku. John ternyata kata istrinya bukunya berlemari-lemari, kan begitu. Jadi rumahnya, sama buku, banyakan bukunya. Kira-kira kayak gitu.

MUBAROK: Beasiswa, John Darling Fellowship, akan segera diluncurkan dengan dukungan Herb Faith Foundation, nama tokoh Australia lainnya yang lekat dengan Indonesia.

Menurut Sara, beasiswa ini akan diberikan kepada dua orang pembuat film Indonesia generasi muda untuk belajar di Universitas Nasional Australia, dan akan ditawarkan untuk kali pertama pada Juli 2013.

Agustus 2012
RS120833