Kedutaan Besar Australia
Indonesia

Hingga 50 juta anak Indonesia tidak terdata: penelitian baru menemukan

Siaran Media

27 Februari 2014

Hingga 50 juta anak Indonesia tidak terdata: penelitian baru menemukan

Jutaan anak Indonesia tidak memiliki Akta Kelahiran, akibat biaya yang mahal, jarak yang jauh ke tempat pembuatan akta resmi, proses yang rumit di pengadilan dan lembaga-lembaga pemerintah, atau karena orang tua mereka tidak tahu cara mendaftarkan anak mereka.

Temuan-temuan ini, dikeluarkan hari ini dalam Baseline Study on Legal Identity: Indonesia kehilangan jutaan, untuk kali pertama menunjukkan bahwa bagaimana dokumen-dokumen resmi seperti akta kelahiran atau KTP berpengaruh pada perolehan pendidikan, pelayanan kesehatan dan pelayanan masyarakat lainnya.

Penelitian Awal tersebut menunjukkan bahwa di antara 30% rumah tangga termiskin, perempuan dan anak laki-laki yang memiliki akta kelahiran tiga kali lebih memungkinkan untuk menyelesaikan pendidikan 12 tahun. Penelitian Awal tersebut juga menunjukkan bahwa di keluarga termiskin, seperempat jumlah anak perempuan menikah menjelang usia 18 tahun dan hampir tidak ada di antara perempuan-perempuan yang menikah tersebut akan dapat memperoleh akta kelahiran (69%).

Beberapa penemuan lainnya menunjukkan:

  • Ada 50 juta anak-anak dan pemuda berusia 0-18 tahun saat ini diperkirakan tidak tercatat.

  • Dari 30 prosen keluarga termiskin: 55 persen pasangan menikah tidak memiliki surat nikah dan 75 persen anak-anak mereka tidak memiliki akta kelahiran. Dari 30 prosen keluarga termiskin di NTT dan NTB, hanya ada 1 dari 10 pasangan memiliki surat nikah.

  • Surat nikah diperlukan agar anak dapat memperoleh akta kelahiran yang tertera kedua nama orang tua mereka.

  • Dari 30 persen keluarga termiskin, hanya 24 persen dari perempuan yang menjadi kepala keluarga, menyatakan status mereka cerai, memiliki surat cerai. Hal ini menghalangi mereka untuk memperoleh kartu keluarga yang menyatakan bahwa mereka sebagai kepala keluarga, yang akhirnya mempengaruhi kemampuan mereka untuk memperoleh akses ke berbagai program perlindungan sosial.

  • Tahun sensus Indonesia, yang berlangsung sepuluh tahun sekali, kini menjadi landasan bagi perencanaan, pendanaan dan pemberian pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi anak-anak. Namun, lembaga-lembaga pemerintah memperkirakan hingga 60 prosen anak-anak Indonesia tidak memiliki akta kelahiran.

  •  

Duta Besar Australia untuk Indonesia, Greg Moriarty mengatakan: “Australia senang dapat mendukung penelitian yang akan membantu Indonesia mencapai tujuan pembangunannya. Australia akan bekerja sama dengan Indonesia untuk meningkatkan jumlah anak-anak, perempuan dan laki-laki untuk memperoleh identitas resmi. Hal ini akan membantu menghilangkan hambatan terhadap pembangunan ekomoni, khususnya di keluarga miskin dan di masyarakat terpencil.

Penelitian Awal ini dibuat oleh program Kemitraan Australia - Indonesia untuk Keadilan (AIPJ), PUSKAPA UI (Pusat Kajian Perlindungan Anak), PEKKA (LSM Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga) dan Family Court of Australia didanai oleh program bantuan Australia.

Pertanyaan media:
Mia Salim, Public Affairs, 0812 107 0237